Menjadi dewasa ternyata jauh lebih sunyi dari yang kupikirkan. Kadang rasanya kayak jalan sendirian di tengah kota yang ramai—orang-orang sibuk dengan langkahnya masing-masing, sementara aku cuma berjalan pelan, atau malah kayak nggak ke mana-mana. Apalagi kalau mulai lihat teman-teman yang udah jauh melesat: ada yang kerjaan mapannya bikin iri, ada yang udah nikah bahagia, bahkan ada yang udah gendong anak kecil lucu-lucu. Sementara aku? Ya, masih di sini, ngerasa stuck, nunggu sesuatu yang entah apa, sambil terus mikir, “Ini aku salah di mana, sih?”
Orang-orang selalu berkata, “Setiap manusia punya jalannya masing-masing.” Kata-kata itu terdengar seperti mantra penghibur, tapi kenyataannya tidak sesederhana itu. Apa artinya sebuah jalan jika yang kutemui hanya tikungan tajam, jalan buntu, dan kegagalan yang datang bertubi-tubi? Lelah, itu pasti. Rasanya seperti berlayar di tengah badai tanpa tahu kapan ombak akan reda, atau apakah pelabuhan itu benar-benar ada di ujung horizon. Bukannya nyerah, tapi kalau udah sering banget jatuh, wajar dong kalau jadi lelah. Yang bikin makin berat, pas lelah itu datang, nggak ada siapa-siapa buat diajak cerita. Teman-teman sibuk, keluarga juga kadang nggak ngerti, dan akhirnya aku cuma bisa ngobrol sama diri sendiri di kepala.
Dan, serius deh, meskipun dari luar aku kelihatan biasa aja—tenang, bahkan mungkin kayak nggak ada apa-apa—di dalam kepala ini rame banget. Pikiran-pikiran bercampur aduk, kayak playlist acak yang nggak pernah berhenti muter. Ada penyesalan, ada rencana-rencana yang belum jalan, ada ketakutan sama masa depan, semuanya numpuk jadi satu. Kadang aku mikir, "Kok bisa ya aku kelihatan sepi, tapi pikiran ini riuh banget?"
Mungkin, jadi dewasa itu memang soal belajar berdamai. Berdamai sama kenyataan, sama langkah orang lain yang mungkin lebih cepat, sama kesepian yang datang tanpa diundang. Dan meskipun rasanya berat—kayak naik gunung dengan beban ransel penuh—aku coba percaya bahwa semua ini ada alasannya. Mungkin ini cuma jeda, waktu buat aku belajar mengenali diri sendiri, buat ngerti bahwa nggak apa-apa berjalan pelan, selama aku tetap bergerak. Toh, ini hidupku, kan? Dan kalau aku mau, aku masih bisa bikin ceritaku sendiri. Pelan-pelan aja, nggak apa-apa. Yang penting aku nggak berhenti.