Rumahku yang kecil.
Aku
tinggal di rumah kecil nan sederhana. Setiap hari disapu dua kali, terkadang
tiga kali,karena kerupuk sering jatuh mengotori lantai bersih sapuan mama.
Televisi di rumahku selalu menyala, karena tak ada lagi hiburan yang kami
punya. Di depannya, kami tidur-tiduran, bersantai dan saling mengetawai satu
sama lainnya. Semua dibalut kesederhanaan, dan cinta yang murni adanya.
Aku
tinggal di rumah kecil nan sederhana. Rumah yang sepi nan hening ketika jam 2
siang, karena kami sibuk pura-pura untuk tidur dengan telentang. Bapak akan
mengecek kamar kami satu persatu, dan kami akan berusaha untuk tetap membantu.
Jangan sampai Bapak marah, begitu bisik kami siang itu.
Aku
tinggal di rumah kecil nan sederhana. Yang kipasnya hanya dua, dan kamar mandi
yang satu pintunya tak bisa terbuka. Tapi makanan di meja selalu tersedia, dan
kami selalu berebutan mengambilnya. Walau hanya kerupuk, atau tepung yang
digoreng tidak sengaja.
Aku
tinggal di rumah kecil nan sederhana, walau setiap malam harus tidur
berdempetan, tapi hangatnya mengalahkan beribu selimutan. Tidak apa jika kita
hanya sarapan cireng yang minyaknya kebanyakan, karena, walaupun kecil nan
sederhana,
Aku
menyayanginya, dan ingin tinggal di sana, selamanya.